Sabtu, 19 Februari 2011

ASAL USUL PACITAN

            Ketika itu, yang menjadi penguasa di Kerajaan Mataram yaitu Sunan Pakubuwono, dan mempunyai adik bernama Pangeran Mangkubumi. Pangeran Mangkubumi besar sekali jasanya di Mataram. Tetapi, karena pengaruh dari Patih Pringgalaya, Sunan Pakubuwono tidak memberikan jabatan kepada Pangeran Mangkubumi. Akibatnya Pangeran Mangkubumi kecewa. Pangeran Mangkubumi bertambah kecewa lagi mengetahui Patih Pringgalaya mengadakan hubungan dengan Belanda.
            Pangeran Mangkubumi benci sekali terhadap Belanda yang ingin mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya dari Mataram. Maka dari itu, beliau meninggalkan Mataram bersama prajuritnya.
            Pangeran Mangkubumi beserta prajuritnya menjalankan perang gerilya umtuk melawan Belanda. Belanda kewalahan karena prajuritnya semakin habis dan justru meminta bantuan kepada Mataram. Mataram yang kemudian mengirimkan pasukan dengan pimpinan Patih Pringgalaya bersama Belanda membuat pupus semangatnya Pangeran Mangkubumi dan terus menyerang sehingga Pangeran Mangkubumi kewalahan.
            Karena terdesak, Pangeran Mangkubumi memilih mundur dan bersama dengan para prajuritnya pergi ke arah timur melewati hutan-hutan dan gunung-gunung. Hingga akhirnya, mereka sampai di puncak Gunung Puger. Disana, mereka beristirahat menghilangkan lelah. Pada waktu itu, prajurit Pangeran Mangkubumi hanya tinggal 12 orang saja, salah satunya bernama Setraketipa. Walaupun ia hanya seorang perawat kuda, tetapi Setraketipa kerjanya rajin sekali. Maka Pangeran Mangkubumi sangat sayang kepadanya.
Setraketipa mengerti kalau Pangeran Mangkubumi dan prajuritnya lelah sekali. Selain itu mereka pasti merasa lapar dan haus. Ketika tidak ada yang kuat mencari makanan dan minuman, Setraketipa kemudian nekat berangkat walaupun dia sendiri juga merasa lemas. Dia masuk ke dalam hutan untuk mencari buah-buahan atau apa saja yang bisa untuk pengganjal perut dan sumber air untuk menghilangkan rasa dahaga. Di waktu mencari buah-buahan dan sumber air, Setraketipa melihat ada banyak buah-buahan yang wujudnya jelek dan baunya pun tidak enak. Buah itu adalah pace. Setraketipa tidak tega memberikan buah pace itu untuk Pangeran Mangkubumi dan prajuritnya. Tetapi akhirnya dia melihat ketela dan buah-buahan lain yang sedikit mengandung air. Ketika akan kembali, Setraketipa juga merasakan lapar dan dahaga. Tetapi dia tidak tega jika memakan buah-buahan dan minum air yang akan diberikan kepada Pangeran Mangkubumi dan prajuritnya. Akhirnya dia mengambil buah pace. Buah pace tersebut diperas, diambil airnya lalu diminum. Daging buah pace itu lalu dimakan. Anehnya, Setraketipa merasa badannya menjadi segar bugar dan hilang rasa lelahnya. Dia kemudian kembali untuk memberikan buah-buahan dan air untuk Pangeran Mangkubumi serta prajuritnya.
            Pangeran Mangkubumi dan prajuritnya sesudah memakan buah-buahan dan minum sedikit air, tenaganya pulih sedikit demi sedikit. Begitu juga seterusnya. Setraketipa selalu mencarikan buah-buahan dan air untuk Pangeran Mangkubumi dan prajuritnya. Sedangkan dia hanya makan buah pace dan meminum airnya.
Hari-hari berikutnya, Pangeran Mangkubumi dan prajuritnya meksa kekuwatane durung pati pulih karena cuma makan buah-buahan sedikit. Berbeda dengan Setraketipa yang semakin lama semakin segar bugar. Mengetahui hal itu, Pangeran Mangkubumi curiga. Dia lalu memanggil Setraketipa.
            “Setra, jika kulihat badanmu itu kok semakin lama semakin kuat dan segar? Berbeda dengan aku dan kawan-kawanmu yang masih lemas, belum pulih tenaganya.”
            “Mohon maaf, Gusti Mangkubumi. Saya bisa seperti ini karena saya selalu makan buah pace dan meminum air perasannya. Jika itu yang membuat saya jadi begini.”
            “Apa? Jadi buah-buahan jelek dan baunya menyengak itu yang membuat badanmu jadi seperti ini?”
            “Mohon ampun, Gusti. Saya tidak tega jika memberikan buah pace tersebut kepada Gusti Mangkubumi dan para prajurit. Saya takut jika Gusti tidak suka.”
            “Tidak apa-apa, Setra. Saya memang punya pikiran kalau buah pace tidak enak dimakan. Kawan-kawanmu pasti juga berpikiran sama. Tetapi sekarang buktinya kekuatanmu pulih karena buah pace tersebut. Kalau begitu saya ingin buah pace, Setra.”
            “Kalau begitu, akan saya buatkan, Gusti.” Jawab Setraketipa yang kemudian memetik buah pace sebanyak-banyaknya. Buah-buah pace tersebut lalu diperas airnya untuk diminum dan daging buahnya disisihkan untuk dimakan Pangeran Mangkubumi dan prajurit-prajuritnya.
            Ajaib, seketika! Sasudah minum air perasan dan makan daging pace, tubuh Pangeran Mangkubumi dan prajurit-prajuritnya seperti dihidupkan kembali. Terasa segar bugar dan kekuatan yang tadinya hilang telah kembali.
            Pangeran Mangkubumi dan prajuritnya kemudian meneruskan perjalanan. Di sepanjang jalan terlihat banyak buah pace. Pangeran Mangkubumi berhenti sebentar dan berkata.
            “Hai, para prajuritku! Kita semua selamat karena dari jasa Setraketipa. Untuk itu, kalian semua menjadi saksi jika nanti perjuangan kita berhasil, daerah yang banyak pace ini menjadi milik Setraketipa. Daerah ini saya beri nama Pacetan.”
            Begitulah terjadinya daerah Pacetan yang berganti nama menjadi Pacitan sampai sekarang.

Jumat, 19 November 2010

Wisata Pantai

Pantai Teleng Ria
Pantai Teleng Ria merupakan pantai yang paling dekat dengan Ibukota Kabupaten Pacitan. Memiliki ciri khas berupa pantai berpasir putih sepanjang 3 km. Posisi pantai Teleng Ria yang berada di dalam Teluk Pacitan merupakan tempat strategis sebagai obyek wisata pantai yang dapat disejajarkan dengan pantai Pangandaran.

Gelombang air laut tidak terlalu ganas seperti pantai – pantai selatan lainnya karena terletak di dalam teluk Pacitan, sehingga wisatawan boleh bermain di pinggir pantai. Namun para wisatawan juga perlu waspada akan datangnya ombak besar secara tiba – tiba. Di dekat pantai Teleng Ria juga terdapat Tempat Pelelangan Ikan (TPI).
Pantai Srau
Pantai Srau berada di Desa Srau Kec.Pringkuku Kab.Pacitan. Perjalanan ke pantai ini ditempuh sekitar satu jam melalui sebuah jalan yang berliku masuk ke hutan jati dan rumah pedesaan dimana air sangat berharga disini karena saya melihat banyak warga yang antri air.

Tidak ada sarana transportasi menuju tempat ini. Setelah hampir satu jam perjalanan akhirnya saya sampai juga ke sebuah pantai yang dikelilingi oleh bukit karang yang hijau dengan pasirnya yang putih sekali. Tapi sayangnya pantai ini seperti tempat pembuangan sampah soalnya banyak sekali sisa sampah yang terbawa arus laut berhenti dipantai ini. Sayang sekali pemerintah lokal kurang memperhatikan ini padahal masuk ke pantai ini dipungut retribusi sebesar Rp. 2000/org dan Rp.2000 untuk kendaraan beroda empat.



Saya tidak terlalu lama dipantai ini puas mengambil gambar dari atas bukit lalu saya melanjutkan perjalanan ke pantai berikutnya.

Pantai Watu Karung
Setelah dari Pantai Srau perjalanan dilanjutkan menuju Pantai Watu Karung dan untuk menuju pantai ini kita harus berbalik arah. Perjalanan juga hampir sama dengan perjalanan menuju Pantai Srau berlika liku dengan jalan sempit namun lumayan mulus.

Awalnya saya tidak mengira kalau pantai ini ternyata pantai nelayan ketika sampai baru tau kalau ini pantai nelayan dan ternyata pantai ini ada daerah rawan tsunawi dengan peringatan yang terpampang jelas dan adanya alat pendeteksi tsunami.



Pas lihat pantainya saya rada kecewa karena pantainya berpasir cokelat tapi bersih lebih bersih ketimbang pantai srau tapi kekecewaan itu reda setelah saya menaiki bukit karang dan menembus ladang-ladang kecil dan menemukan beberapa pantai disekitaran watu karung yang berbeda banget dengan pasir putih wah sumpah keren banget.

Pantai di watu karung sangat cocok jika kita mau menyusuri pantai karena disetiap balik bukit karang ada pantai-pantai kecil yang indah sekali dengan pasir putihnya.

Pantai Klayar:
Perjalanan ke pantai ini ternyata lebih berat dari dua pantai sebelumnya karena saya dan sopir mencoba jalur baru yaitu terus mengikuti jalan dari pantai watu karung karena kalau berbalik arah lagi dan melewati jalan utama memakan waktu yang lebih lama jadi kami mengikuti jalur yang sudah ada yang sangat hancur tapi menyenangkan.

Jalur ini adalah jalur yang dipakai oleh para pembalak kayu jati dengan truk-truk pengangkut kayu dan kalau berpapasan sangat merepotkan. Beberapa kali saya bertanya kepada para penduduk dimanakah letak pantai klayar ini dan setelah hampir satu jam menempuh perjalanan yang sangat berat akhirnya saya sampai jumpa di pantai yang indah.

Pantainya beda sekali dengan dua pantai yang saya temukan. Hamparan pasir putih yang luas membentang, lembut sekali pasirnya. Saya pun langsung berlari ke arah timur dimana terdapat tebing-tebing kapur yang sangat cantik nan gagah seolah bukan berada di Indonesia. Hempasan ombak pantai selatan menghempas karang yang ada di tengah pantai. Puas dari tebing kapur ini saya menuju ke barat menaiki tebing nan hijau.



Dari tebing sebelah barat ini kita bisa melihat pemandangn pantai selatan yang indah sekali dan diujung barat ada sebuah karang yang mirip uluwatu di Bali dengan tebing memanjang menuju laut dan memiliki karang bolong.

Pantai klayar ini memang sangat indah dan benar-benar ratunya pantai selatan Pacitan.